NUNUKAN - Indonesia
merupakan negara kepulauan dari sabang sampai merauke, yang memiliki
wilayah laut yang cukup luas, yakni diperkirakan sebesar 5.8 juta km2
dengan garis pantai terpanjang di dunia sebesar 81.000 km dan gugusan
pulau-pulau sebanyak 17.508. Luar bisa bgeri dengan beribu pulau
dan khasanah budaya yang majemuk. Namun apa yang terjadi, dengan
tersedianya sumber daya yang sebanyak itu kita, terutama penduduk
pesisir indonesia yang nota bene adalah nelayan, petani tambak dan
budidaya. Belum lagi kita berbicara tentang pariwisata laut indonesia
yang seabreg. Begitupun bila kita tinjau dari sisi strategis, Indonesia
memiliki selat malaka yang sangat terkenal dengan jalur perairan
tersibuk di dunia, yang memiliki potensi sangat besar dalam mendatangkan
pendapatan bagi negara dari segi transportasi kelautan dan bea cukai
barang. Namun apa yang bisa kita lihat, kita selalu terpecundangi dalam
hal kelautan, selalu saja ikan kita di ambil oleh nelayan asing.
Pulau-pulau sampai budaya khas kita diambil oleh negara tetangga kita
negara Malaysia yang mengaku-ngaku sebagai negara serumpun dengan
Indonesia. Luas wilayah laut kita pun juga tak luput dari penjajahan era
baru dari negara tetangga kita. Lihat saja sekarang wilayah daratan
negara tetangga kita singapura bertambah secara siknifikan, dan
bermunculan menjadi casino dan tempat-tempat yang bernilai cukup wah
harganya.Tapi di lain pihak siapa yang sangat
dirugikan? ya bangsa kita Indonesia, ketika singapura mulai unjuk gigi
karena wilayah daratanya semakin luas hingga mengurangi wilayah perairan
negeri kita di selat malaka, mirisnya banyak sekali pulau-pulau kita
tenggelam karena pasir-pasir lautnya diangkut semua ke negeri singa. Dan
yang tak kalah menggeramkan lagi pasir-pasir tersebut dijual dengan
harga sangat murah sekali, dibawah satndart harga internasional.
Lagi-lagi negriku dipecundangi tetangga dekatnya.
Yang tak kalah tragisnya lagi nelayan-nelayan kita tetap saja tidak
memiliki bargain yang signifikan dalam pendapatan mereka. Selama
bertahun-tahun memanfaatkan sumberdaya kelautan, ilmu mereka juga bisa
kita katakan masih cetek dalam managemen kelautan mereka, apalagi dalam
hal teknologi. Sementara nelayan dari negara lain yang sering kali masuk
perairan Indonesia untuk nyolong ikan kita menggunakan global
positioning system (GPS) untuk menetukan kemana arah mereka berburu
ikan, nelayan kita masih mengandalkan tanda-tanda alam untuk memulai
perburuan. Sekali lagi negeri ini
sebetulnya negeri yang kaya raya di sumber daya kelautan, namun di
dalamnya banyak sekali orang yang malas untuk belajar dan enggan untuk
terus mengasah kemampuan khususnya dalam berbagai aspek kelautan. Kurang
adanya prioritas pembangunan di sektor kelautan menambah berat upaya
untuk menggali potensi didalamnya. Padahal sebetulnya sumberdaya
kelautan merupakan aset besar yang dimiliki bangsa ini, selain itu perlu
juga untuk di lestarikan, bukan malah di kotori dan di rusak.
Sering kita lihat dan kita dengar nelayan kita menggunakan bom ikan dan
jaring pukat harimau untuk menangkap ikan, apa jadinya? terumbu karang
kita rusak, ikan-ikan kecil yang semestinya harus dibiarkan hidup, mati
dan terjaring pukat harimau. Hasilnya, hasil tangkapan nelayan
sedikit-demi sedikit mulai menurun, karena habitat ikan rusak, tidak ada
planton yang bisa dijadikan makanan ikan.
Dalam segi pengolahan hasil perikanan, ikan-ikan kita deberi bandrol
sangat murah sekali di pasaran luar negeri. Alibi mereka ikan kita sudah
agak kusam, ukuranya tidak sama, kuota yang dibutuhkan selalu tidak
terpenuhi standart kelayakannya. Tetapi itu juga ada benarnya, kalau
kita lihat lebih cermat lagi, pengolahan hasil perikanan laut kita lemah
dalam hal packaging, marketing dan labeling.
Kalau kita melongok sedikit ke daerah perbatasan Indonesia dan
malaysia, di sekitar wilayah NUNUKAN kalimantan timur, nelayan kita
lebih memilih untuk menjual hasil tangkapan ikan mereka ke malaysia
karena harganya lebih baik dan tidak akan ada yang tersisa dan membusuk.
Apa sebabnya? Hal itu terjadi selain karena harga yang diperoleh
nelayan dari hasil mereka melaut sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan
mereka sehari-hari. Lebih-lebih yang
sangat menggelikan lagi di daerah NUNUKAN sampai tahun 2007 ini masih
belum tersedia pabrik es yang sangat dibutuhkan nelayan-nelayan setempat
untuk mendinginkan hasil tangkapannya. Anehkan? sangat ironis sekali,
wilayah yang terkenal dengan sumber ikan yang melimpah seperti hanya di
wilayah perairan NUNUKAN tersebut para nelayannya setiap hari
kebingungan karena takut ikan-ikannya membusuk dan tak laku dijual
kepasar. Di sisi lain, lihat saja
pelabuhan-pelabuhan kita yang tetap saja mandek berstandart sebagai
pelabuhan nasional, dengan berlikunya birokrasi, kumuhnya lokasi
pelabuhan, minimnya sarana dan prasarana penunjang di dalamnya. Apa,
jadinya? Kapal-kapal asing enggan bersandar di pelabuhan Indonesia,
mereka mereka lebih memiliki bersandar di malaysia atau singapore.
Karena mereka merasa disana mereka aman, terpenuhi segala kebutuhannya
dan gampang sekali birokrasinya. Masih
banyak lagi potensi kelautan yang belum tergarap dengan sungguh-sungguh.
Dari segi pariwisata, masih banya terjadi konflik kepentingan yang
menyebabkan pembangunan dalam aspek tersebut terbengkalai alias
mangkarak. Dari segi pertanian laut, seperti petani rumput laut juga
masih belum bisa memenuhi kuota ekspor yang dibutuhkan. Selau cara
budidaya yang kelewat kuno, hal lain juga dikarenakan, mereka
kebingungan dalam hal permodalan dan pemasaran, selalu saja mereka
bertemu dengan para tengkulak yang selalu merugikan mereka.
Laut beserta isinya harus kita lestarikan. Sedikit demi sedikit kita
harus menyadarkan seluruh komponen bangsa indonesia, baik itu
pemerintah, masyarakat, pihak swasta untuk memanfaatkan laut dengan
searif-arifnya. Mulailah untuk tidak hanya mengeksploitasi dan
mengeksploitasi saja, dengan tidak mengindahkan keberlangsungan hidup
ekosistem laut di dalamnya. Semoga segera kita semua melek mata bahwa
laut sangat berharga sekali bagi kita orang Indonesia.... Jangan sampaim
kekayaan kita terus di ambil oleh pihak lain yang tidak bertanggung
jawab. By Lintas perbatasan Ambalat (sebatik- malaysia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar